Kamis, 02 Juli 2015

PENCEGAHAN FRAUD (KORUPSI) DI INDONESIA


KEAHLIAN AUDITOR SEKTOR PUBLIK DALAM PENCEGAHAN FRAUD
 (KORUPSI) DI INDONESIA

Oleh: Yusron Ali



Fraud merupakan perbuatan melawan hukum yang terjadi akibat lemahnya sistem pengendalian.  Pelaku fraud biasanya adalah orang-orang yang memiliki posisi yang strategis dalam satu bidang. Perbuatan fraud sendiri indentik dengan sebutan bagi kejahatan kerah putih (white collar crime), istilah yang diperkenalkan oleh Edwin H. Sutherland seorang sosiolog Amerika bagi kejahatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang terdidik, terpandang, dan memiliki jabatan (Priantara 2013). Istilah fraud sendiri melingkupi istilah korupsi. Menurut Tranparency International dalam priantara (2013) korupsi merupakan watak/perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri atau memperkaya kerabat dan orang-orang terdekat, melalui penyalagunaan wewenang/kekuasaan publik yang diamanahkan/dipercayakan kepada mereka. Penekanan istilah korupsi sering dicitrakan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik demi kepentingan pribadi atau golongan, (Masyarakat Transparansi Indionesia dalam priantara 2013).

Korupsi yang terjadi di Indonesia menurut data Tranparency International melalui Corruption Performance Index (CPI) mengalami penurunan ditahun 2014 jika dibandingkan dengan korupsi ditahun 2013. CPI merilis perbandingan tersebut dalam table berikut ini
         


       Sumber: Corruption Perseption Index 2014 (http://www.ti.or.id/)

Penurunan peringkat korupsi Indonesia dari 114 ke 107 tentu sedikit memberikan penilain positif bagi masyarakat. Mesikup belum terlalu memuaskan, lembaga-lembaga yang berperan seperti BPK, KPK dan BPKP tentu bisa menjadikan situasi ini sebagai pemicu pencegahan tindakan korupsi yang lebih memuaskan lagi.

Peningkapan ini tentu diharapkan terus berlangsung hingga predikat Negara korup bagi Indonesia dapat dihilangkan. Jika kita mengamati pendapat Jose Ugaz ketua tranparansi intenasional di Berlin, yang mengatakan bahwa CPI 2014 memperlihatkan kondisi kerusakan pertumbuhan ekonomi akibat korupsi. Di tandai dengan adanya penyalahgunaan wewenang oleh para pemimpin dan pejabat tinggi. Maka peningkatan Indonesia mencerminkan adanya perbaikan pertumbuhan ekonomi, meskipun terlihat sangat kecil.

Untuk meningkatkan penentasan koruspsi dari peringkat 117 hingga peringgat 1, di perlukan pemahaman yang memadai terkait 
keahlian-keahlian seperti apakah yang harus di miliki guna mempermudah penelusuran serta penentasan tidakan korupsi di indonesia.


KORUPSI (COPRUPTION) DAN TINDAKAN HUKUM

Klasifikasi ACFE  dalam Fraud Taxonomy (Fraud Tree) di kutip priantara (2013) membagi Fraud dalam tiga jenis berdasakan perbuatannya yaitu: penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation), peryataan atau pelaporan yang menipu (Fraudulent Statement) dan korupsi (Corruption). Diantara ketiga jenis diatas Korupsi merupakan  tindakan Fraud yang paling sulit dideteksi sebab berkaitan dengan strategi yang dilakukan dengan pihak lain dalam artian kolusi, dan pihak-pihak tersebut juga memperoleh kenikmatan yang sama (simbiosis mutualisma), (Priantara 2013). Namun tindakan ini juga mudah diidentifkasi jika terdapat Whistleblower
       
Kejahatan korupsi di Indonesia sendiri di atur dengan tegas dalam UU Nomor 20 tahun 2001 sebagai perubahan UU Nomor 31 tahun 1999. Tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam Tuanakotta (2012) terdapat 30 bentuk tindak pidana korupsi dan 3 bentuk tindak pidana lain yang berkaitan dengan tipikor menurut UU diatas yaitu:
  1. Kerugian keuangan negara. diatur dalam Pasal 2 dan 3, tentang:  memperkaya diri, dan menyalahgunakan wewenang dengan hukuman seumur hidup/pidana mati.
  2. Suap-menyuap. diatur dalam pasal 5 ayat 1 (a dan b) dan 2, pasal 6 ayat 1 (a dan b) dan 2, Pasal 11, pasal 12 (a, b, c, dan d), dan pasal 13. Tentang: menyuap pegawai negeri, memberi hadiah kepada pegawai negeri, pegawai negeri menerima suap, pegawai negeri menerima hadiah, meyuap hakim, menyuap advokat, hakim dan advokat menerima suap, hakim menerima suap, advokat menerima suap.
  3. Penggelapan dalam jabatan. Diatur dalam pasal 8, 9, dan 10 (a,b, dan c). tentang: pegawai negeri mengelapkan uang atau membiarkan penggelapan. Pegewai negeri memalsukan buku, merusak bukti, pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti, dan membantu orang lain merusak bukti.
  4. Perbuatan pemeransan. Diatur dalam pasal 12 (e, f, dan g). tentang: pegawai negeri memerasa.
  5. Perbuatan curang. Diatur dalam pasal 7 ayat 1 (a,b,c,dan d) dan 2, pasal 12 (h). tentang: pemborong berbuat curang, pengawas proyek membiarkan perbuatan curang, rekanan TNI/Polri berbuat curang, pengawasan rekanan TNI/Polri berbuat curang, peneriman barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang, pegawai negeri menggunakan tanah negara.
  6. Benturan kepentingan dalam pengadaan. Diatur dalam pasal 12 (i), tentang: pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya.
  7. Gratifikasi. Diatur dalam pasal 12B jo. 12C. tentang: pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor ke KPK.
  8. Tindak pidana lain yaitu:
    1. mencegah merintangi, menggagalkan secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan, terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi.
    2. Tidak memberi keterangan, dan memberi keterangan palsu.
    3.  Melanggar KUHP pasal 220, 231, 421, 422, 429, dan 430.
PERAN AUDITOR SEKTOR PUBLIK
Dalam Bastian (2014) peran auditor sektor publik dijelasakan dengan tegas dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007:
  1. Selaku pemeriksa yaitu orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama badan pemerika keuangan.
  2. Selaku aparat pengawas pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementrian negara, lembaga negara, dan lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.
  3. Selaku Satuan pengawasan internal adalah unit organisasi pada BUMN atau BUMD yang mempunyai tugas serta fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.
KEAHLIAN YANG HARUS DIMILIKI SEORANG AUDITOR

Menurut Bastian (2014) Seorang yang dapat dikatakan auditor sektor publik harus memenuhi kualifikasi berkaitan dengan kemampuan serta keahlian sebagai seorang auditor. Sebagaimana di atur dalam pernyataan standar umum SKPN yang diuraikan oleh Bastian (2014) yaitu:
  1.  Secara kolektif memiliki kecakapan profesioanal yang memadai, berkaitan dengan:
    1. Pengetahuan tentang Standar pemeriksaan dalam jenis pemeriksaan, serta memiliki latar belakang pendidikan, pengelaman dan keahlian menerapkan pengetahuan dalam pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
    2. Pengetahuan umum tentang lingkup entitas, program, dan kegiatan yang diperksian
    3. Kertampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan
    4. Ketrampilan lain yang memadai misalnya:
      • Memiliki ketrampilan di bidang sampling statistik
      • Memiliki ketrampilan dibidang pemeriksaan atas TI
      • Memiliki ketrampilan meriview
      • Memiliki ketrampilan menggunakan instumen yang rumit, seperti estimasi aktuaria.

  2. Memiliki keahlian dibidang akuntansi dan auditing, juga memahami dengan baik PABU yang berikaitan dengan entitas yang diperiksa.
  3. Memiliki sertifikasi keahlian yang berterima umum.
  4. Memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional.

    Untuk penanggulangan tindak pidana korupsi auditor sektor publik selain harus memiliki ke empat kulifikasi di atas. Menurut Akbar (2013) Auditor sektor publik juga perlu mempuanyai keahlian-keahlian tambahan dalam mempermudah menentaskan tidakan korupsi.

Akbar (2013) membagi  keahlian - keahlian yang harus dimiliki seorang akuntan forensik guna mengungkapkan praktik korupsi di Indonesia antara lain
  •   Keahlian -keahlian tambahan anggota BPK.
    1. Karakter Esensial yang harus dimiliki yaitu memiliki kemampuan analitikal, teliti, percaya diri, adaptif, serta intuitif.
    2. Keahlian utama antara lain keahlian audit, kritikal, kemampuan berfikir seperti pelaku pencurian, juga kemampuan komunikasi lisan yang efektif.
    3. Keahlian lanjut, memiliki keahlian khusus teknis, mampu menedeksi fraud, mampu menemukan bukti audit, dan temuan elektronis, kemampuan bersaksi dipengadilan.
    4. Keahlian relevan: investigasi keuangan, menganalisis kasus secara jelas, memahami teknologi informasi, dan memiliki kemampuan sebagai saksi dan pewawancara.
    5. Sikap yang harus dimiliki: integritas, sabar, pemberani, tidak mudah menyerah.
  •    Keahlian keahlian tambahan anggota KPK.
    1. Ciri karakter esensial yang harus dimiliki: kemampuan Analitikal, Etikal, dan Intuitif
    2. Untuk Keahlian utama yang harus dimiliki yaitu: keahlian audit, mengorganisir situasi yang tak terstruktur, mampu berfikir seperti pelaku pencurian, dan memiliki kemampuan investigasi intuitutif.
    3. Untuk Keahlian lanjut yang harus dimilik yaitu: kemampuan deteksi fraud, keahlian kusus teknis, kemampuan bersaksi di pengadilan, kemampuan menganalisa dan interpretasi laporan keuangan.
    4. Sedangkan Keahlian relevan dalam mengungkap parktek korupsi yaitu: kemampuan investigasi keuangan, keahlian dana pengungkapan dan pengawasan, kemampuan bersaksi dan pewawancara, keahlian dalam penulisan laporan yang baik
    5. Sikap yang harus dimiliki dalam bidang infestigasi korupsi: kemampuan Investigasi, Intuitif, percaya diri, tidak mudah menyerah.
  • Keahlian keahlian tambahan anggota BPKP
    1. Ciri dan karakter esensial yang harus dimiliki: percaya diri teliti dan berwawasan luas.
    2. Keahlian utama: keahlian audit, kemampuan infestigasi, mampu berfikir seperti pelaku pencuri
    3. Keahlian lanjutan: temuan elektronis, kecakapan interview, memiliki keahlian kusus teknis, bersaksi dipengadilan
    4. Keahlian relevan untuk mengungkap kasus korupsi: investigasi keuangan, menganalisis kasus secara jelas, teknologi informasi, kemampuan sebagai saksi dan pewawancara
    5. Sikap dalam bidan infestigasi korupsi: integritas, sabar, pemberani, tidak mudah menyerah.

REKOMENDASI

Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia meskipuan ditahun 2014 relatif sedikit meningkat namun diharapkan kedepannya peningkatan ini terus terjadi hingga menjadikan Indonesia bebas dari korupsi. Sebagai salah satu upaya awalnya lembaga yang memiliki peran pencegahan dan penetenasan tindak pidana korupsi haruslah menjadikan peningkatan ini sebagai sebuah motifasi.

Auditor sektor publik selaku lembaga-lembaga yang di maksud haruslah memahami perannya masing-masing guna menjaga intensitas pengawasan. Selanjutnya, Pengawasan yang intensif akan terlaksana dengan baik dan maksimal jika auditor sektor publik mampu menerapkan keahlian-keahlian yang dimiliki. Keahlian yang dimaksud melingkupi empat kualifikasi bagi seorang auditor sektor publik serta kemampuan tambahan lain seperti karakter, sikap dan keahlian awal, keahlian lanjutan dan keahlian relevan.


Semua kita tentu berhapar Indonesia menjadi negara yang bebas korupsi. Sehingga perlu memberikan motifasi bagi auditor sektor publik dalam berperan mencegah perbuatan korupsi yang begitu merusak.

                                                                       --- Sekian---


  
DAFTAR PUSTAKA

Akbar Pradhewa. 2013. Keahlian Akuntan Forensik Dalam Mengungkap Praktek Korupsi Di 
Indonesia (Studi Pada Bpk, Bpkp Dan Kpk). Tesis. Universitas Gadja Mada
Bastian Indra. 2014. Auditi Sektor Public. Edisi Tiga. Salemba Empat. Jakarta
Priantara Diaz. 2013. Fraud Auditing Dan Investigation. Mitra Wacana Meida. Jakarta
Tuanakotta M Theodorus. 2012. Akuntansi Forensic Dan Audit Investigation. Salemba Empat.                                                 Jakarta
Situs. (http://www.ti.or.id/). Wahyudi. Corruption Perceptions Index 2014 Perhatian: Indonesia Harus Lebih Serius Memberantas Korupsi. 03 Desember 2014










      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar