Rabu, 02 September 2020

Opini Campuran

 



Peradaban suatu bangsa terus berkembang maju bersamaan dengan pengetahuan dan masyarakatnya. suatu peradaban tidak mampu mengembangkan sebuah kualitas tanpa dukungan. kuantitas dan kualitas manusia adalah kunci pendukung peradaban.  Kuantitas sumber daya manusia berperan dalam pembagian tugas dalam masyarakat, dan kualitas sumber daya manusia memegang peran dalam pengendalian peradaban.

kuantitas sumber daya manusia lahir dari sebuah relasi suami dan istri. Sedangkan kualitas sumber manusia lahir dari sebuah lingkungan sosial. Lingkungan sosial positif dan lingkungan sosial negatif.

Indonesia adalah sebuah Negara hukum. Berdirinya sebuah Negara di topang  oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak lepas dari sebuah interaksi. Harapan dalam sebuah interaksi yang beraneka ragam  adalah persaudaraan dan kedamaian.  Dalam spirit kenegaraan Indonesia tentunya mendukung prinsip persaudaraan.  Prinsip persaudaraan itu dibuktikan dengan berlakunya aturan-aturan yang tertuang dalam UUD 1945,, yang diharapkan mampu memberi pembinaan kepada masyarakat jika terjadi interaksi yang bertentangan dengan prikemanusiaan dalam bermasyarakat.  Regulasi Indonesia ( UUD 1945 ) menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya relasi suami dan istri Aparatur negeri sipil.

        Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjelaskan bahwa:

 Aparatur sipil negara yang selanjutnya disebut pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Aparatur sipil negara adalah masyarakat yang memiliki tugas khusus. Berbeda dengan kalangan masyarakat lainya.  Menjadi Aparatur Sipil Negara ( ASN ) sangat berbeda dengan pegawai-pegawai di perusahaan swasta terutama berkaitan dengan masalah perkawinan, Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup manusia dengan melahirkan keturunan sebagai generasinya di masa yang akan datang. Menurut Sajuti Thalib perkawinan adalah suatu perjanjian yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia

Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan yang maha esa.

Setiap pasangan suami istri yang melangsungkan perkawinan pasti memiliki tujuan yang sama, Tetapi tidak selalu tujuan perkawinan itu dapat dilaksanakan sesuai cita-cita walaupun telah diusahakan sedemikian rupa oleh pasangan suami istri. Jika ada masalah yang mengganggu kerukunan pasangan ini sampai menimbulkan permusuhan maka akan berdampak terjadinya perceraian. Terjadinya perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang dilakukan didepan sidang pengadilan yaitu pengadilan Negeri bagi non muslim dan pengadilan Agama bagi yang beragama Islam.

Pengertian perceraian itu sendiri menurut hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.6 Menurut R. Subekti, perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan Putusan Hakim, atau tuntutan dari salah satu pihak dalam perkawinan tersebut. Artinya perceraian tersebut sah terjadi apabila adanya putusan pengadilan.

Perceraian itu tidak melihat latar belakang sosial, Aparatur Sipil Negara (ASN) juga banyak melakukan perceraian. Namun untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) itu punya ketentuan tersendiri, Pemerintah menganggap bahwa warga Negara Indonesia yang berstatus ASN memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena dinilai mempunyai posisi yang cukup dominan dan kontribusi yang besar.

Data  perceraian pengadilan tinggi  kepulauan selayar sebagai berikut :

Gambar:  Statistik pengadilan agama kepulauan selayar

Untuk perceraian ASN terdapat Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur secara khusus tentang perceraian ASN. Didalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 45 Tahun 1990 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor. 10 Tahun 1983 menjelaskan bahwa:

“ASN yang akan melakukan peceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan dari pejabat (atasan) dan hal tersebut harus diajukan secara tertulis serta dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan lengkap yang mendasarinya.

 

 

Selasa, 07 Juli 2015

PENGARUH ASING DALAM SEKTOR PENDIDIKAN DI INDONESIA


PENGARUH  ASING DALAM SEKTOR PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh Yusron Ali


Menjadi suatu negara yang di segani di lingkungan Internasional adalah keinginan semua Negara. Keinginan ini tentunya mengharuskan kita berbenah diri secara pergaulan, baik dalam lingkup eksternal, maupun berbenah kemampuan internal kita. Pergaulan eksternal pada prinsipnya di pahami sebagai suatu upaya kerja sama kita dengan lingkungan Internasional di semua segi. yang mana, di harapkan kerjasama ini dapat mempercepat kemakmuran negara dan juga membantu melahirkan sebuah dunia yang harmonis. Sedangkan pembenahan interal dapat dipahami sebagai suatu aktifitas evaluasi berkelanjutan dalam upaya regenerasi kader bangsa.

Sebagaimana teramanatkan dalam UUD 1945, bahwa cita-cita kemerdekanan mengharuskan kita untuk terus ikut serta dalam percepatan penuntasan persoalan-persoalan bangsa, kita tentu sadar betapa ironis negeri kita, bertambahnya usia negara ini yang hampir memasuki satu abad kehidupannya kita malah menemukan berbagai persoalan-persoalan baru yang tentunya semakin komplek, dan ini menjadi pekerjaan rumah tambahan kita. 


Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ini, tentu Menurut hemat penulis hal yang paling utama sebagai solusi penyelesaian persoalan bangsa yang begitu kompeks ini salah satunya terletak pada pembagungan manusianya/masyarakatnya. Dan sektor pendidikan memiliki peran tersebut.

Kita juga tentu  bermawas diri, Negara yang besar tidak hanya memiliki sumberdaya alam yang melimpah, tapi juga haruslah didukung oleh sumberdaya manusianya sebagai pengelolah, dan tentu faktor lain juga sangat berperan penting, namun semua itu berperan secara pasif, terkeculai manusianya sebagai sumberdaya yang berperan aktif yang menggerakan faktor-faktor lain. 

Kita tentu sependapat jika sumberdaya alam suatu negara akan sia-sia jika tidak ada warga negaranya yang mampu mengelola sumber daya alam tersebut. Lebih ironis lagi jika sumberdaya alam suatu negara di kelolah oleh pihak lain, dan tidak memberikan manfaat kepada kemakmuran maskyarakat dengara penghasil sumberdaya tersebut, malah di manfaatkan oleh sebagian pihak untuk melakukan akumulasi kekayaan keluarga atau kroni-kroninya.1) 

Maka, sudah menjadi tanggungjawab kita semua dan tentunya pemerintan sebagai pemegang amanat mandat rakyat haruslah menjadi koordinator dalam menjaga kedaulatan Negara kesatuan Republik Indonesia dalam sektor pendidikan, sehinga dapat membangun manusia yang merdeka seutuhnya, menciptakan SDM yang produktif.

Terbukanya hubungan antara negara baik secara politik ekonomi dan sosial budaya dewasa ini, mengharuskan kita menjaga sektor-sektor vital bangsa dari penguasaan pihak asing, sebagaimana telah di katakan di atas bahwa untuk dapat mempercepat penuntasan persoalan-persoalan bangsa, pembangunan manusia haruslah di utamakan, tentu pendidikan merupakan pelopor utama pembangunan manusia suatu bangsa, terlebih bagi bangsa yang baru berkembang seperti Indonesia, pendidikan sangat mempunyai peran penting, baik untuk memberikan kesadaran kritis, maupun kesadaran inovatif.  

Sektor yang sangat strategis seperti ini tentunya merupakan daya tarik tersediri bagi pihak asing. Sebagaimana kita tahu bahwa, faktor penjajahan negara-negara maju, atas negara dunia ketiga, adalah tidak lain untuk melakukan ekspansi kekuasaan, eksploitasi sumberdaya, dan Akumulasi kekayaan.2) 

Watak ini, telah menjadi agenda besar dan terwadahi menjadi sistem yang begitu kokoh hingga kini, Sistem tersebut sering dimanakan kapitalisme. Berbagai agenda telah dicanangkan sistem ini, baik melalu mekanisme bantuan luar negeri kepada negara-negara berkembang yang dimotori oleh IMF dan juga World Bank, maupun sistem kerjasama perdangan Internasional oleh WTO. Agenda tersebut sering dikenal dengan sebutan Konsensus Washington.3) Untuk merombak sistem ini, kita tentu membutuhkan upaya yang intensif. Juga kesadaran yang tercerahkan.4) dimana, menurut hemat penulis sektor pendidikan mampu mencipatakan upaya serta kesedaran itu.

Penguasaan sektor pendidikan oleh pihak asing adalah salah satu dari agenda besar yang telah dirancang dari consensus, dimana, dapat memudahkan serta melanggengkan sistem hegemoni kapitalisme yang telah mereka bangun. Pendidikan yang ingin dibangun dalam masyarakat negara berkembang tentu bukalah pendidikan yang mencerahkan tetapi tidak lain yaitu pendidikan eksploitatif dimana pendidikan ini mengharuskan pendidikan penggaruk keuntungan, sebagai mesin pengakumulasian  kekayaan, dan robot pesuruh kaum pemilik modal. Pendidikan tuan dan budak, pendidikan pembantu dan majikan. Kita tentu menenteng keras perilaku pendidikan seperti ini. Sebagai contoh pendidikan gaya bank.5)


Berbicara mengenai kesadaran akan pentingnya pendidikan, Hal menarik yang perlu direnungkan dari sejarah bangsa kita, kemerdekaan indonesia tidak lepas dari sebuah “Politik etis” yang di gagas kaum kapitalis tradisional, di kenal sebagai kaum kolonial yang sebenarnya hanya bermaksud untuk kepentingan diri mereka, namun dari sini bangsa pribumi Indonesia tersadarkan.6)   Melalui politik etis ini, kesempatan mengenyam pendidikan untuk kaum pribumi melahirkan kesadaraan akan ketertidasan bangsa, olehnya itu kemerdekaan adalah suatu kepastian yang harus di raih.

Pemikir-pemirik besar dan kritis juga terlahir di Indonesia dan dikenal dunia seperti Bung karno, Syahrir, Bung Hatta, Tan Malaka, Bung Pram, dan juga pemikir lainnya adalah hasil daripada pendidikan anak bangsa yang sadar akan kedaulatan negaranya. Ini merupakan jawaban awal mengapa pendidikan itu sangat penting dan perlu di perhatikan.

Pendidikan merupakan hak seluruh rakyak indonesia, dan negara memiliki kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan  haruslah yang mampu memberikan kesadaran bernegara kita, memicu kesadaran kita yang lainya seperti k
esadaran akan kemandirian ekonomi, Kedaulatan politik, dan juga kesadaran akan berkepribadian secara Budaya.7) dengan begitu penyelesaian persoalan-persoalan bangsa dapat di percepat.

Akhirnya, Berbicara tentang pengaruh pihak Asing, tentu kita sepakat bahwa tidak semua pihak asing adalah musuh. Pengaruh  buruk dari asinlah yang kita tolak sehingga kita dapat menjaga kedaulatan negara kita.

Maka, telah menjadi tanggung jawab kita besama untuk membagun manusia Indonesia menjadi manusia yang tercerahkan. Salah satunya melalui melalui pengawasan sektor pendidikan. Sektor yang langsung menyentuh kesadaran masyarakat, instrumen pembangunan manusia. Pengawasan ini di maksudkan guna mengawal cita-cita kemerdekan yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. 

Untuk itu, perlu di lakukan penelusuran mendalam apakah kebijakan-kebijakan di sektor pendidikan tetap sejalan dengan amanat konstitusi. Beranjak dari satu pertanyaan kritis, apakah sektor pendidikan di indonesia dewasa ini telah terkoptasi dengan kepentingan asing yang merugikan warga negara atau mencederai amanat UUD 1945, Ataukah masih tetap sesui amanat UUD 1945.    

 
GAMBARAN UMUM SEKTOR PENDIDIKAN

Sebagaimana telah dijelaskan diatas sektor pendidikan sangat rentan Intervensi asing, terlebih ketika hadirnya konsensus Washington yang merupakan bukti nyata adanya campur tangan asing mengharuskan pemerintah untuk tetap waspada akan gangguan tersebut. Untuk itu sangat penting kiranya kita agar lebih mengenal sektor ini, guna mengawasi pelaksanaannya. Penelusuran rekam jejak semangat pendidikan baik sejak masa awal kemerdekaan hingga sekarang ini tentu sangat di butuhkan untuk lebih mengenal perjalanan pendidikan bangsa ini, serta mengetahui dinamika yang terjadi di dalamnya. Pengenalan ini di harapkan mampu memberikan pemahaman apakah sebenarnya tantangan yang kita hadapi dunia pendidikan dewasa ini, untuk itulah akan di uraikan secara singkat perjalanan sejarah pendidikan Indonesia, guna memberikan gambaran umum sektor pendidikan di Indonesia.

Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari perjalanan sejarah bangsa sehingga penulis mencoba membagi menjadi Lima fase perkembangan: Fase pertama dikenal sebagai Masa pra-awal kemerdekaan (1906-1950) pendidikan di masa pra kemerdekaan di perutuntutkan bagi kaum pribumi di karenakan kebutuhan kaum kolonial terhadap sumberdaya manusia yang mampu menggunakan teknologi sebagai sarana akumulasi kapital. Pada masa ini, kaum pribumi Indonesia mulai mengenal pendidikan, pendidikan yang di maksud untuk membantu kaum kolonial berkompetisi. Kesempatan pendidikan ini tertuang dalam salah kebijakan “Politik Etis” yakni Edukasi. Namun dari kesempatan pendidikan inilah kemudia melahirkan kesadaran akan keterjajahan bangsa, sehingga memicu kesadaran akan kemerdekaan. Pada massa ini pula lahirnya pendidikan tentang organisasi, baik secara Ras, Suku, maupun secara Ideologis dengan satu semangat memperjuangkan kemerdekaan. Sedangkan pada masa kemerdekaan pemerintah membentuk organisasi kementerian pendidikan dimana saat itu bernama Kementerian Pengajaran masih sangat sederhana. Ki Hadjar Dewantara. Bapak peletak nilai-nilai pendidikan bangsa diangkat sebagai  Menteri pengajaran pertama Republik Indonesia.

Di Fase kedua yaitu Masa demokrasi liberal (1951-1959). Lahirlah payung hukum legal formal bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950. dan juga dapat di katakan stabiltisa politik pada masa dini sangat langkah. kebijakan pendidikan di era ini, merupakan keberlanjutan dari kebijakan sebelumnya.

Fase ketiga di kenal Masa Demokrasi Terpimpim (1959-1966). Di awali dengan dekrit presiden 5 Juli 1959 menandai berakhirnya era demokrasi parlementer, sekaligus berganti menjadi demokrasi terpimpin. Pada masa ini terjadi banyak gejolak politik kementerian yang mengurusi pendidikan. Sektor pendidikan di bagi menjadi tiga, Pada masa inilah semangat Trisakti, Ir. Soekarno di laksanakan. Ingin memberdayakan kemampuan sumberdaya manusia Indonesia menjadi manusia yang mampu menghasilkan karya sendiri, hingga dapat memberikan penyekolahan kepada putra-putri terbaik bangsa ke beberapa negara guna mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi, selanjutnya kembali mengabdikan diri bagi nusa dan bangsa.

Salah satu Putra terbaik bangsa yaitu Prof. B.J. Habibie yang di sekolahkan di jerman. Dan juga masih banyak lagi. Namun keberlangsungan pemerintahan Ir. Soekarno berakhir dengan berbangai macam konspirasi yang di lakukan oleh pihak asing. meskipun kegagalan melahirkan  pemerintahan bersih juga menjadi faktor lain.


Masa Orde Baru (1966-1998) merupakan Fase keempat perkembangan pendidikan. Berakhirnya masa pemerintahan Ir Soerkarno yang menurut hemat penulis, begitu konspiratif melahirkan pemerintahan baru yang bernama pemeritahan Orba. Pemerintahaan yang dipimpin oleh Jendral Angkatan darat Soeharto dengan menggunakan doktrin demokrasi pancasila. Pada masa ini kebijakan di bidang pendidikan cukup banyak dan berangam mengingat pemerintahan Orba memegang kekuasaan cukup lama yakni 32 tahun, salah satu kebijakan yang menarik bagi penulis, di antara kebijakan lain pada masa orde baru adalah kebijakan normalisasi kebijakan kampus, kebijakan ini terindikasi mirip dengan kebijakan pendidikan gaya bank yang coba di kritik oleh salah satu pemikir pendidikan kritis asal Brazil Paulo Freire, dimana pendidikan gaya bank menurutnya mengharuskan anak didik/mahasiswa sebagai agen of chage, moral of force, agen of analisis, pasif dalam memahami ilmu pengetahuan, anak didik hanya dijadikan objek yang tidak memahami apa-apa sedangkang tenaga pendidik adalah sumber pengetahuan, kegiatan kampus yang pasif tentu sangat mamatikan daya kreatifitas anak bangsa, dan ini tentu sangat di sayangkan. Selanjutnya pada masa ini pula berbagai peraturan hukum juga kebijakan di bidang pendidikan di berlakulan hingga berakhinya. 

Pada Fase kelima sebagai Fase Reformasi (1998-2014) dan berlajut hinga sekarng ini. Berakhirnya Pemerintahan Orba, di harapkan memberikan angin segar bagi maskyarat terutama kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat serta transparansi informasi yang mana pada masa Orba tidak di berikan sama sekali. Harapan baru juga lahir bagi pemerintahan, berbagai sektor di tinjau kembali baik berkaitan dengan kebijakan maupun peraturan hukumnya. tak terkecuali di sektor pendidikan, terjadi pula reformasi kebijakan dan Peraturan hukum, ini menandakan bahwa banyaknya peraturan hukum serta kebijakan pada masa Orba belum mampu memberikan perubahan yang di harapkan. Kebijakan di era Reformasi antara lain perubahan IKIP menjadi Universitas, perubahan UU No 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas menjadi UU No 20 Tahun 2003. Ujian Nasional, sertifikasi guru dan dosen,  bantuan operasi sekolah (BOS) serta yang lainya. Kebijakan serta peturan hukum di era Reformasi ternyata tidak memberikan harapan baru, tetapi malah membuka peran asing dalam sistem pendidikan nasional.
    
Perkembangan sistem pendidikan yang telah diuraikan melalui lima Fase perkembangan, memberikan pertayaan baru yang perlu di kaji pada pembahasan selanjutnya yaitu, pada masa manakah peran asing mulai bercokol dan langgeng pada sistem pendidikan nasional kita, serta apa sajakah peran tersebut? Sebelum menelusurinya kita tentu haruslah mengetahui serta mengenal kebijakan penyelengaraan sektor pendidikan.


SEKILAS TENTANG DASAR PENYELENGGARAAN SEKTOR PENDIDIKAN

Sebagaimana salah satu cita-cita kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yakni “Mencerdaskan kehidupan bangsa” maka tentu Kebijakan penyelenggaran pendidikan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 yakni pasal 31 UUD. (1) Setiap warga negara berkah pendapatkan pendidikan; (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapat dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.8) Kemudian di uraikan dan di jabarkan selanjutnya dalam peraturan hukum yang berlalu baik Undang-Undang juga Peraturan pemerintah serta di lajutkan dengan kebijakan hukum lainnya. Dasar kebijakan secara sederhana di uraikan antara lain:
  1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989  sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
  2.  Peraturan Pemerintah.  Antara lain:
    1. Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah no 32 tahun 2013
    2.  Peraturan pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang wajib belaja
    3. Peraturan pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan
    4.  Peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2010. Dan sebagainya.
  3. Kebijakan Lain: 
    1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 1 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no 69 tahun 2012. dan seterusnya.
Setiap fase perkembangan pendidikan di Indonesia tentu memiliki strategi dan terobosan yang ingin di capai. Terobosan kebijakan haruslah berlandaskan payung hukum. Disini menjadi sangat penting untuk di ketahui pada fase manakah kebijakan pendidikan serta landasan hukum pendidikan di Indonesia mulai tersandra dan di pengaruhi oleh pihak asing. 

Untuk itu akan dijabarkan secara singkat kebijakan yang melandasi sektor pendidikan mulai sejak awal kemerdekaan hingga saat ini.    
  1. Pada masa demorkasi liberal kebijakan hukum legal pertama disektor pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
  2. Dalam periode ORBA, berbagai kebijakan hukum di sektor pendidikan lahir. |
    Di antaranya: 
    1. Tap MPR khususnya GBHN mengenai ketentuan-ketentuan sektor pendidikan. 
    2. Undang Undang tenteng sistem pendidikan nasional yakni UU No 2 Tahun 1989.
    3. Peraturan pemerintah tahun 1990 No 27 tentang pendidikan prasekolah, No 28,29,30 tentang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. 
    4. PP Tahun 1991 No 72, 73 tentang pendidikan luar biasa, dan pendidikan luar sekolah.
    5. PP No 38,39 Tahun 1992, tentang pendidikan  tenaga kependidikan dan peran serta masyarakat dalam pendidikan nasional.
    6. Peraturan pemerintah lainnya yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan. 
    7. Keputusan Mendikbud No. 0854/0/1989 tentang D II PGSD, juga tentang keputusan Mendikbud No 036/U/1993 tentang gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi.
    8. Keputusan Menpan No. 26 tahun 1989. Dan juga keputasan lainya.
  3. Pada masa reformasi hingga sekarang.
    Diantaranya:
     
    1. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
      Pasal yang terindikasi peranan asing yaitu pada Pasal 9, Pasal 12 Ayat 2 (b) dan Pasal 50 ayat 6.
    2. Undang-Undang No 12 tentang Pendidikan Tinggi tahun 2012
    3. Turunan peraturan pemerintah dari UU No 12 tahun 2012.

FAKTA PERAN ASING DI SEKTOR PENDIDIKAN

Peranan asing dalam sektor pendidikan telah terjadi di masa Orba terindikasi pada UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional di dukung oleh PP No 29 tahun 1990 tentang pendidikan menegah. Pada masa ini teindikasi liberalisasi pedidikan menengah atas, di mana mengharuskan serta menekankan kertrampilan terknis demi menyiapkan sumberdaya yang kompetitif menghadapi era tekonlogi dan liberalisasi. Di buktikan dengan pengadaan restrukturisasi  jenjang sekolah menengah seperti STM, SMEA, SMKK menjadi SMK dengan begitu dapat mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil, serta memungkin adanya kerja sama dengan dunia industri juga bisnis, sedangkan pada jenjang sekolah menengah SMA di ubah menjadi lebih umum seperti SMU dengan mewajibkan pemilihan konsetrasi/penjurusan sejak memasuki tingkatan akhri (Baswir. 2003). Dari sini terlihat bahwa kesardaran akan pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangs di rubah arahnya menuju pendidikan pragmatis mengutamakan pengasilan, dan ini merupakan produk dari sistem kapitalisme menuju cita-cita menciptakan masyarakat konsumtif. 

Di era Reformasi. terjadi perubahan pada Undang Undang No 2 Tahun 1989 tersebut. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional di anggap sebagai angin segera reformasi bagi pendidikan nasional ternyata keliru. Penerbitan UU ini malah mencederai lebih mencederai amanat konstitusi. Hal ini karena, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 terindikasi membuka ruang bagi privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Pasal-pasal yang terindikasi yaitu Pasal 9, pasal 12 ayat 2 (b) dan pasal 50 ayat 6. Pasal 9 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pasal 12 Ayat 2 (b) yang memberi kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari kewajibannya sesuai undang-undang yang ada. Selanjutnya, Pasal 50 ayat 6, perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaga.

Tidak berhenti sampai di situ, tiga pasal yang terindikasi kuat pengaruh asing tersebut, terlebih pasal 50 ayat 6, menandai kemunculan privatrisasi pendidikan di masa reformasi yang selanjutnya terkukuhkan dalam Undangu-Undang Badan Hukum Miliki Negara atau yang sering di singkat UU BHMN pada awal tahun 2000. Konsekwensi selanjutnya atau skema intervensi berlanjut dengan di sahkannya Undang Undang Badan Hukum Pendidikan bertanggal 17 Desember 2008.

Terbitnya UU BHP tersebut mendapat banyak perlawanan di berbagai kalangan. Perlawanan terutama datang dari berbagai elemen Mahasiswa selaku pihak yang paling di rugikan. Selain itu Perlawan juga datang dari para pemikir, tokoh, praktisi yang menganggap UU tersebut berseberangan dengan amanat Konstitusi Negara. Hasilnya pada 30 Maret 2010 dalam Judicial Review UU BHP dibatalkan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi. 

Angin segar bagi sistem pendidikan Tanah Air ternyata tidak berlansung lama. Setahun Setelah Pembatalan UU BHP. DPR kembali mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang baru yang memiliki ke miripan atau serupa dengan UU BHP terdahulu. Namun RUU PT kali ini terkesan sedikit "malu-malu" atau dalam bahasa Izzhati (2014) terkesan Soft-Policy. RUU PT tersebut tepat pada tanggal 13 Juli 2014 selanjutnya di sahkan menjadi Undang-Undang.

Gelombang perlawanan menentang pemberlakuan UU PT tersebut kembali terjadi, gerakan sosial yang tergabung dari semua elemen anti aala Neoliberal pun kembali melakukan judicial review terhadap UU PT tersebut. Namun hasilnya gagal. MK menola gugatan tersebut, dengan demikan Era privatisasi pendidikan mulai diselegarakan secara legal dan berkekuatan hukum, terhitung sejak tanggal 29 April 2014. 

Dari uraian di atas terlihat jelas pengaruh dominan pihak asing dalam mengontrol sistem pendidikan di Indonesia. Intervensi tersebut berlangsung secara legal sampai sekarang ini.

REKOMENDASI 

Dari penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap pengaruh asing, kerentanan tersebut tentu beralasan, kekayaan alam yang di miliki Negara Indonesia menjadi daya tarik dan itu di akui sepenjang sejarah manusia. Bagaimana kita dapat menjaga sumberdaya alam kita ketika kobodohan masih merajalelah di bumi persada ini. Sudah menjadi tanggungjawab kita bersama memimjam istilah Lenin, kalau mau perubahan mulailah dari pendidikan, untuk itulah mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan sebuah keharusan bernegara. Inilah visi besar bangsa yang dicita-citakan The Founding Father dengan harapan dapat mengontrol kekayaan sumberdaya alam bangsa ini dengan sebaik-baiknya, serta dapat memanfaatkannya untuk sebesar-besaranya kemakmuran rakyat. 

Penggalan visi yang terjewentahkan UUD 1945 pasal 31 dan 33 mengisyaratkan bahwa, peran negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa harus di optimalkan. Kita tentu mengetahui revolusi yang terjadi di Kuba, Castro dan Guevara dua aktor penting Revolusi kuba mendirikan pendidikan gratis dalam rangka menuntaskan revolusi. Revolusi Iran di pimpim Khomeini memulai dengan pendidikan gratis. Kita tentu berharap pendidikan gratis yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa lahir juga di negeri tercinta ini. Melalui pembenahan bertahap terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi baik dalam pembuatan kebijakan hukum maupun pelaksanaan teknis lapang. Dengan begitu kebijakan tersebut dapat sejalan dengan visi bangsa yang termaktub dalam UUD 1945.

Kekalahan yang terjadi dalam Uji materi (Judicial Review) UU PT pada tahun 2014 tersebut perlu di sikapi secara kritis melalui pengkajian ulang secara komprehensif. Selain itu, perlu juga upaya Uji materi terhadap tiga pasal yang menjadi pengerak utama asas privatisasi pendidikan tersebut yakni pasal 9, pasal 12 ayat 2 (b) dan pasal 50 ayat 6 Undang Undang No 20 tahu 2003. Hal ini penting sebab di khawatirkan setelah kemenangan judicial review UU PT tersebut upaya privatisasi sektor pendidikan akan semakin masif.

Sebagaimana amanat  yang termaktub dalam konstitusi Negara yakni UUD 1945, bahwa 
pendidikan nasional harus melingkupi seluruh masyarak Indonesia. maka, usaha yang serius dan konsisten sangat di butuhkan dalam rangka menghilangkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada sistem pendidikan Nasional. Adalah menjadi tanggungjawab yang mutlak bagi setiap warga masyarakat mengupayakan sistem pendidikan yang sesuai amanat konstitusi. 

                                                            Sekian
                                                                        ...........

CATATAN:
1) “SOEHARTO dan bangkitnya kapitalisme di Indonesia” Richard Robinson menjelaskan bahwa terjadi persekongkolan dalam menggus kekayaan negara melalui pembagian kapling sumberaya alam yang menguasai hajat hidup masyarat dikuasi oleh keluarga istana dan juga
      Kroni-kroninya.
2)  Tiga watak utama kapitalisme dalam buku “genoalogi kapitaslisme” merupakan watak dasar sistem kapitalisme global.
4)   Gagasan Ali Syariati dalam bukunya yang berjudul “ Idologi Kaum Intelektual” dimana Ali Syariati menjelaskan konsep manusia, menurutunya hanya inteletual yang tercerahkanlah yang mampu melakukan sebuah perubahan besar, sebab mereka memahami suatu gagasan sebagaimana adanya gagasan itu, dan juga mengimplementasikan gagasan teresebut sebagaimana seharusnya diimplementasikan.
5)    Pendidikan gaya bank adalah sebuah kirik oleh Paulo Freire seorang tokoh Pendidikan kritis asal Brazil yang menyatak bahwa pendidikan gaya bank Merupakan pendidikan yang tidak mencerdaskan tetapi memjadikan peserta didik seperti botol kosong yang tak mengetahui apa-apa.
6)    Dalam Buku tertalogi buruh buku 1 dan 2 “ Bumi Manusia dan anak semua bangsa” Pramudya Ananta Teor menjelaskan adanya gojolak perlawan kemerdekaan indonesia yaitu berawal dari salah satu dari tiga kebijakan politik etis atau politik balas budi, yaitu Edukasi.


DARTAR PUSTAKA

Baswir Revrisond, dkk. Pembangunan Tanpa Perasaan. Jakarta. ELSAM -
                                       Lebaga Studi Dan Advokasi Masyarakat. 2003

__________________. Bahaya Neoliberalisme. Pustaka pelajar. 2009

Freire Paulo. Politik pendidikan. Pustaka pelajar. 1999
Izzati Fildzah Fathimah (2014). Globalisasi Neoliberal, Kemiskinan, dan (lalu apa?) Solusinya. di
         ungguh dari (
http://indoprogress.com/2014/05/globalisasi-neoliberal-kemiskinan-dan-lalu-apa-
         solusinya/)

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional

_________________________________  2014. Peraturan pemerintah.
                              http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/tentang-kemdikbud 
                              Diakses Tanggal 2 juli 2014  

Mas’oed Mochtar. Ekonomi-politik Internasional dan Pembangunan. Cetakan kedua.
                              Pustaka  pelajar. 2008

Robinson Richard. SOEHARTO dan Bangkitnya Kapitalisme di Indonesia. Pustaka Komonitas
                               Bambu. 2012

Shariati Ali. Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam. Mizan. 2007

Teor Ananta Pramoedya. Bumi Manusia. Lentera Di pantara. 2005
Di ungguh dari: (http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1)




Minggu, 05 Juli 2015

PROPOSAL RISET METODE CAMPURAN

Oleh: Yusron Ali

Judul
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Daerah (Studi Kasus: Kota Ambon)

Pendahuluan
·         Signifikasi Penelitian
Masalah kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia telah banyak diteliti diantaranya dilakukan oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009) serta Hamzah (2009). Namun penelitian ini cenderung dilakukan di wilayah Indonesia bagian barat. Sumarjo (2010) memang telah meneliti hal Sama dalam lingkup yang lebih luas namun penelitian ini cenderung masih menggunakan data sekunder. Untuk Indonesia timur sendiri penelitian dengan tema ini masih sangat minim, sehingga penting untuk diteliti juga daerah-daerah timur Indonesia. Penelitian yang dilakukan Mandell (1997) dapat juga jadikan sebagai dasar pentingnya penelitian ini dilakukan di wilayah Indonesia timur. Mandell, mengungkapkan bahwa dengan melakukan pengukuran kinerja, pemerintah daerah memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan implikasinya yakni meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
·         Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah telah dilakukan oleh Bruijn (2002) dan Greiling (2005) pada pemerintah daerah di Jerman, serta Nolan, Moore, dan Chan (2004) di U. S. A dan Kanada.  Di Indonesia, penelitian mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah telah dilakukan oleh Hamzah (2009) yang meneliti mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah di Jawa Timur. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap penganguran dan kemiskinan. Sedangkan untuk penelitian yang berkaitan dengan Faktor faktor yang mempengharuhi kinerja keuangan pemerintah daerah Lubis (2009) menemukan bahwa anggaran berbasis kinerja berpengaruh singnifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten deli serbang. Dan Sumarjo (2010). Meneliti karateristik pemerintah daerah yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Penelitian lebih dalam tentang karteristik. Telah Dilakukan oleh Patrick (2007) pada pemerintah daerah Pennsylvania, karakteristik Karakteristik tersebut terdiri dari (a) budaya organisasi; (b) struktur organisasi; dan (c) lingkungan ekternal. Di Indonesia, Suhardjanto et al. (2010) meneliti karakteristik pemerintah menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal. Untuk karakteristik pemerintah daerah, struktur organisasi diproksikan dengan size daerah, wealth, functional differentiation, age, dan latar belakang pendidikan kepala daerah sedangkan lingkungan eksternal diproksikan dengan municipality debt financing dan intergovernmental revenue. Halacmi (2005) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja merupakan metode yang dapat digunakan pemerintah daerah dalam mencapai tujuannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan derah Kota Ambon. Perntanyaan utama dalam riset ini yaitu
“Apakah karakterisik pemerintah dan anggaran berbasis kinerja mempengaruhi kinerja keuangan daerah kota ambon?

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis:
·         Mafaat teoritis:
Sebagai tambahan informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kenerja keuangan Kota Ambon. Dan juga menambah literatur keuangan deaerah Indonesia timur yang sejauh ini masih sangat minim. Dapat digunakan juga sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang mengadakan penelitian di bidang keuangan daerah terkhusus di Indonesia timur dan secara umum bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan keuangan daerah di Indonesia
·         Manfaat praktis:
Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan Kota Ambon sehingga dapat memberi masukan dan saran bagi pemerintah Kota Ambon dalam pengambilan keputusan berkaitan efektivitas kinerja keuangan Kota Ambon di masa-masa mendatang.

Landasan Filosofis Dan Teoritis
Paradigma yang mendasari penelitian ini yaitu paradigma pragmatisme. Paradigma ini dipakai dalam semua penelitian yang coba ingin mengatakan bahwa tidak ada pertentangan dalam metode-metode untuk menemukan sebuah fakta sebagaimana adanya. Lebih tepatnya pradigma ini sesuai untuk digunakan dalam metode campuran (Creswell 2014) menurut Patton (1990) dalam creswell (2014) paradigma ini berpijak pada aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi atas problem yang ada. Lebih jauh rosma dan Wilson (1985) dalam creswel (2014) menyatakan pardigma ini tidak berfokus pada metode-metode, tapi lebih menkankan pada pemecahan masalah melalui penggunaan semua pendekatan yang ada untuk memahami masalah tersebut.

Literatur Review
1.      Teori Institusional
Teori ini dipakai sebagai dasar dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan daerah. Pentingnya peran teori isntitusional dalam penelitian ini sejalan dengan anggapan bahwa Institusional telah digunakan dalam berbagai riset menjelaskan seuatu fenomena, Gudono (2014). Lebih jauh, Scott (1995) dalam Gudono (2014) menyatakan tiga pilar ulama yang harus diketahui yaitu pilar regulatif, normati f, dan kognitif. Lebih jauh dijekaskan perbedaan antara ketiga pilar tersebut dilihat dari sisi dasar ketaatan, mekanisme pengelolaan, logika mengenai perilaku manusia (Gudono 2014). Salah satu konsep yang harus dipahami telebih dahulu untuk mempermudah mengenali Hubungan antara ketiga pilar ini yaitu konsep isomorpisme. Dimaggio dan powell (1983) dalam gudono (2014) mengartikan konsep isomorpisme sebagai “contraining process” dalam memaksa suatu unit memiliki ujun dan sifat yang sama dengan unit yang lain dalam satu populasi menghadapi kondisi lingkungan yang sama. Konsep isomorpisme sediri terbagi dalam dua macam yaitu isomorpisme kompetitif dan isomorpisme institusional. (Gudono 2014)
Jika mengunakan konsep isomorpisme institusional dalam mengenali faktor-fator yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan melalui tiga pilar utamanya yaitu mekanisme isomorpisme coersive, normatif, dan mimetik. Maka kita temukan tiga bentuk perlaku yang mendasari pengaruh terhadap kinerja keuangan daerah ini. Perilaku perilaku tersebut dapat dipakai sebagai faktor-faktor yang mempenguruhnya. Perilaku pertama yaitu perilaku isomorpisme coersive, perilaku ini terjadi atau dipengaruhi oleh suatu paksaan, paksaan disini bisa bersifat regulatif atau non-regulatif. Kedua. Perilaku isomorpisme mimetic. Perilaku ini lahir akibat adanya “peniruan”. Biasanya perilaku meniru terjadi karena ketidakpastian mengenai yang dikerjakan sehingga membutuhkan benchmarking. Menurut Dimaggio dan Powell (1983) dalam Gudono berargumen bahwa peniruan tejadi lebih bersifat aspek ideologis seperti mengadopsi sesuatu. Ketiga. Perilaku isomorpisme normatif.  Perilaku ini dapat diartikan secara sederhana sebagai tindakan yang didasarkan atas kesadaran situasi yang ada.
2.      Kinerja Keuangan daerah
Menurut Bastian (2010) kinerja keuangan dapat didefinisikan sebagai prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Dalam Penelitian yang dilakukan Azhar (2008) mengungkapkan kinerja dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Akuntabilitas dapat terwujud salah satunya dengan melakukan pelaporan kinerja melalui laporan keuangan (Mahmudi, 2007).
3.      Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan
Sejauh ini banyak penelitian mencoba mengkaji faktor yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan, Lubis (2009) menemukan bahwa anggaran berbasis kinerja berpengaruh singnifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten deli serbang. Sumarjo (2010). Meneliti karateristik pemerintah daerah yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan, karateristik tersebut diantaranya ukuran (size) pemerintah daerah, kemakmuran (wealth), ukuran legislative, leverage, dan intergovernmental revenue. Dan menemukan ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Sedangkan untuk Kemakmuran (wealth) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah disebabkan masih kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penelitian ini dinyatakan tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Intergovermental revenue juga terbukti berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Intergovermental revenue merupakan Dana yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah agar digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat terlaksanaya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Namun di Kota Ambon sendiri belum ada penelitian yang menguji tentang hal ini, sehingga bagi peneliti penting untuk dilakukan pengujian ini, dalam penilian ini peneliti ingin mencoba menguji kembali faktor yang mempengarui. Peneliti menggunakan faktor-faktor yang telah diuji dalam penelitian sebelumnya yang telah diuraikan diatas tanpa mengurai faktor yang tidak dianggap berpengaruh, hal ini dikarenakan peneliti berasumsi bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga perlu diuji kembali pada wilayah lain
4.      Anggaran berbasis kinerja
Menurut Bastian (2010) anggaran berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi, dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, serta rencana strategi organisasi.  keputusan menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 dalam Mardiasmo (2010) mengharuskan anggara pendapatan belanja daerah (APBD) dalam era otonomi daerah disusun menggunakan pendekatan kinerja. Pendekatan ini dapat diartikan sebagai sistem anggaran berorientasi kinerja. (Lubis 2009).
5.      Ukuran Pemerintah Daerah (Size)
Sumarjo (2010) dalam Kusumawardana (2012) menemukan bahwa semakin besar ukuran pemerintah semakin besar tuntutan masyarakat dalam kinerja yang lebih baik. Nasser (2009) menyatakan bahwa semakin besar size maka semakin besar juga kinerja suatu entitas atau sebaliknya (Kusumawardani, 2012)
6.      kemakmuran (wealth)
Menurut Abdullah (2004) dalam Sumarjo (2010) Kemakmuran (wealth) dari pemerintah daerah dapat dilihat dari PAD (Pendapatan Asli Daerah). Sedangkan menurut mankiw (2006) dalam Sumarjo (2010) Produk Domestik Bruto dapat digunakan dalam pengukuran kemakmuran suatu negara.
7.      Ukuran legistatif
Menurut Winarna dan munir (2007) dalam Sumarjo (2010) Lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga yang memiliki posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan daerah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) atau anggota legislatif bertugas mengawasi pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk dapat didayagunakan dengan baik. Banyaknya jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah (Sumarjo, 2010). Menurut bastian (2006) Penguatan posisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) setelah program otonomi daerah memang sesuatu yang didambakan sebagai pengontrol kinerja eksekutif (sumarjo, 2010).
8.      Leverage
Leverage adalah Perbandingan antara utang dan modal. Sebagaimana semakin besar leverage maka semakin besar ketergantungan entitas pada pihak luar karena semakin besar utang yang dimiliki entitas tersebut maka semakin rendah kinerja keuangan entitas tersebut (Sumarjo 2010). Menurut Wild, dkk (2005) dalam sumarjo (2010) leverage dapat diukur dengan total debt rasio, total debt to equity, long-term debt to equity rasio.
9.      Intergovernmental Revenue
Dalam Nam (2001) Intergovernmental Revenue adalah sejumlah transfer Dana dari pusat yang sengaja dibuat untuk membiayai program-program pemerintah daerah. Suhardjanto (2010) dalam sumarjo (2010) menyatakan Transfer tersebut lebih dikenal di Indonesia sebagai Dana perimbangan Patrick (2007) mengartikan intergovernmental revenue sebagai salah satu pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membiayai operasi pemerintah daerah. Sebagai timbal baliknya, pemerintah daerah membelanjakan pendapatan transfer antar pemerintah sesuai dengan alokasi dan petunjuk anggaran dan menurut undang-undang. Pemerintah pusat berharap dengan adanya transfer tersebut maka pemerintah daerah dapat meningkatkan kinerjanya. (Sumarjo 2010)

Kerangka Konseptual Dan Pengembangan Hipotesis
Pengembangan hipotesis
1.      Anggaran Berbasis Kinerja
Penelitian partisipasi anggaran telah dilakukan Rafikha (2009). Meskipun hanya menemukan bahwa partisipasi anggaran secara parsial tidak berpengaruh terahadap kinerja SKPD Pemerintah Kota Binjai, namun hasil yang lain positif ditemukan lubis (2009) bahwa anggaran berbasis kinerja secara simultan mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten deli serdang. Dari penelian ini hipotesis 1 yang bisa dikembangkan untuk diuji pada Kota Ambon yaitu:

H1: Terdapat pengaruh positif anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan Kota
                   Ambon
2.      Ukuran (Size) Pemerintah Daerah
Hasil penelitian sumarjo (2010) menemukan Ukuran (size) pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Semakin besar ukuran (size) pemerintah daerah maka semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut menggunakan ukuran total aktiva.

H2: Terdapat pengaruh positif ukuran pemerintah terhadap kinerja keuanga Kota Ambon

3.      Kemakmuran (Wealth)
Hasil penelitian oleh Fitriyanti dan Pratolo (2009) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
Positif antara PAD dengan kinerja pemerintah daerah. Saragih (2003) menjelaskan bahwa peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif mendorong adanya investasi sehingga secara bersamaan investasi tersebut a mendorong adanya perbaikan infrastruktur daerah. Infrastruktur daerah yang baik serta investasi yang tinggi di suatu daerah tentu meningkatkan PAD pemerintah daerah tersebut. Pendapat lain Mankiw (2006) menyatakan Produk Domestik Bruto yang besar sesungguhnya memang membantu untuk menjalani hidup dengan baik. Produk Domestik Bruto tidak mengukur kesehatan, namun negara dengan Produk Domestik Bruto yang besar dapat menyediakan perawatan kesehatan yang lebih baik. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto dapat digunakan dalam pengukuran kemakmuran suatu negara. Dari uraian diatas hipotetis ketiga yang bisa ditarik yaitu

H3:  Terdapat pengaruh positif Antara PAD dan GDB terhadap kinerja keuangan Kota   
        Ambon

4.      Ukuran Legislatif
Penelitian Matsusaka (2001) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara jumlah anggota legislatif terhadap kebijakan pemasukan dan pengeluaran suatu pemerintah daerah. Dilanjutkan dengan penelitian Sumarjo (2010) tentang hal yang Sama, namun menunjukan hasil yang berbeda bahwa, Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dikarenakan buruknya pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah. Banyaknya anggota DPRD yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi dan sedikitnya kehadiran anggota DPRD dalam menghadiri rapat diduga sebagai penyebab buruknya pengawasan DPRD terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari uraian diatas hipotisis 4 yang ingin diuji yaitu

H4: Terdapat pengaruh negatif antara jumlah anggota legislatif (DPRD) terhadap kinerja
       Keuangan Kota Ambon?

5.      Leverage
Penelitian yang dilakukan Perwitasari (2010) di sektor publik menunjukkan bahwa semakin besar leverage yang dimiliki oleh suatu entitas maka entitas tersebut memiliki kinerja yang buruk. Beberapa penelitian mengenai leverage telah dilakukan oleh Na’im dan Rakhman (2000), Sudarmadji dan Sularto (2007), dan Perwitasari (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Weill (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara leverage dengan pengukuran kinerja suatu entitas. Penelitian lain dilakukan sumarjo (2010) menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap kinerja euangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya leverage pemerintah daerah maka pengawasan yang dilakukan oleh kreditor semakin ketat. Dari penejelasan diatas, hipotesis 5 yang bisa diambil yaitu

H5: Terdapat pengaruh positif leverage terhadap kinerja keuangan pemerintah Kota Ambon?

6.      Intergovernmental Revenue
Penelitian Suhardjanto et al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara intergovernmental revenue dengan kesesuaian pengungkapan wajib pemerintah daerah. Hasil penelitian ini diperkuat oleh temuan Sumarjo (2010) bahwa Intergovermental revenue berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Dari uraian diatas hipotesis 6 yang diuji yaitu

H6: Terdapat pengaruh positif intergovernmental revenue terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah

Kerangka Konseptual
 
      Anggaran Berbasis Kinerja              ABK1   (+)
      Ukuran (Size) Pemerintah Daerah    SIZE2    (+)
      Kemakmuran (Wealth)                     WLTH3 (+)
      Ukuran Legislatif                             DPRD4 (-)                                  (X)
      Leverage                                           LVRG5 (+)
      Intergovernmental Revenue              IR6 (+)
                                  
                                                                                                                     

      Kinerja Keuangan Daerah                                                                    (Y)



H1:    Terdapat pengaruh positif anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan Kota Ambon
H2:      Terdapat pengaruh positif ukuran pemerintah terhadap kinerja keuanga Kota
Ambon
H3:   Terdapat pengaruh positif Antara PAD dan GDB terhadap kinerja keuangan Kota Ambon
H4:     Terdapat pengaruh negatif antara jumlah anggota legislatif (DPRD) terhadap
Kinerja Keuangan Kota Ambon
H5:     Terdapat pengaruh positif leverage terhadap kinerja keuangan pemerintah Kota Ambon
H6:     Terdapat pengaruh positif Intergovernmental Revenue terhadap kinerja keuangan   
Pemerintah Kota Ambon.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian campuran, dengan model Ekspannatory Sequential. Penelitian ini diawali dengan tahapan kuantitatif setelah itu diperkuat dengan tahapan kualitatif (Creswell 2014).
·         Tahap Kuantitatif
Pada Tahap ini, Jumlah sampel yang digunakan dihitung menggunakan rumus Isaac dan Michael tingkat kesalah 5% dari total populasi 100  maka total sampel yang dibutuhkan tersebar untuk masing-masing variabel ABK, SIZE, WLTH, DPRD, LVRG, IR yaitu sebanya 96 (Sugiyono, 2014) data yang akan dikumpulkan melalui kiesioner dengan skala likert, untuk menjaga kualitas data terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas  dan objektifitas melalui program smartPLS yang dipakai Werst et al. (1974) dalam Chin et al. 1996) dan Gozali, (2006). Pada tahap analisis menggunakan model regresi yang diuraikan pada bagian metode analisis.

·         Tahap kualitatif
Untuk tahap ini, fokus wawancara dilakukan untuk mempertegas hasil yang diperoleh dalam tahap awal. Fokus wawancara pada variabel yang memiliki hasil diluar perkiraan. Sampel yang diambil untuk pengujian ini yaitu menggunakan purposive sampling (sugiono 2014). Daftar pertanyaan wawancara disesuikan dengan dengan kebutuhan. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan uji kredibilitas, transferability, auditability, dan confirmability (sugiyono 2014).  Pada tahapan analisis untuk data kualitatif ini, digunakan dengan membandingkan data yang kualitatif yang diperoleh dengan data kuantitaf yang telah dimiliki sebelumnya, dan selanjunya dinterpertasikan.

·         Metode Analisis
Analisis statistik Model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:

KNJ = α + β1 ABK + β2 SIZE + β3 WLTH + β4 DPRD + β5 LVRG + β6 IR + e

                  Keterangan:
                               KJN                 = Kinerja keuangan daerah
                               ABK1                   = Anggaran berbasis kinerja
                               SIZE2                   = Ukuran pemerintah
                               WLTH3               = Kemakmuran
                               DPRD 4               = Ukurana legislatif
                               LVRG5               = Leverage
                                    IR6                         = Intergovernmental revenue
                               α                      = Konstansa
                               β1…… βn            = Koefisien Regresi
                               e                      = Error


Timeline

No
Rancangan Kegiatan
Waktu pelaksanaan
1
Tinjauan literature
10 November 2014 – 24 Juli 2015
2
Penyusunan proposal
1 Desember 2014 – 11 Januari 2015
3
SRM 1
1 – 30 Januari 2015
4
Penyusunan- penyelesaian proposal
1 Desember 2014 – 31 Januari 2015
5
SRM 2 (Ujian Proposal)
Menyesuaikan
6
Pilot test dan analisis, penulisan Bab 1-2
20 – 29 Februari 2015
7
Pelaksanaan survey dan penulisan Bab 3
5 – 10 april 2015
8
Analisis data kuantitatif
25– 12 April 2015
9
Penulisan Bab 4-6
13 – 24 April 2015
10
Pelaksanaan wawancara
menyesuaikan
11
Analisis data kualitatif
5 – 18 Mei 2015
12
Penulisan Bab 7
20 – 30 Mei 2015
13
SRM 3
Menyesuaikan
14
Full draft
Juni 2015
15
SRM 4 (ujian tesis)
Menyesuaikan 


Referensi

Anzar, Muhammad Karya Satya.  2008.  Analisa Kinerja Keuangan pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dipublikasikan.

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Bruijn, Hans De. 2002. Performance Measurement in the Public Sector: Strategies to Cope With the Risk of Performance Measurement. Emerald Insight.

Chin, Wynne W., Marcolin, Barbara L., dan Newsted, Peter R. 1996. A Partial LeastSquare Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Result From A Monte Carlo Simulation Study and Voice Mail Emotion/ Adoption Study. Proceedings of the Seventeenth Internation Conference on Information Systems. Cleveland, Ohio.

Creswell, John. W. 2014. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. 4th ed. California: Sage Publication, Inc.

Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. 

Greiling, Dorothea. 2005. Performance measurement in the public sector: the German experience. Emerald Research, Vol. 54: 551-567.

Gudono. 2014. Teori Organisasi. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE

Halachmi, Arie. 2005. Performance measurement is only one way of managing performance. International Journal of Productivity and Performance Management. Vol. 54: 502-516.

Kusumawardani. 2012. Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif, Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Accouting Analysis Journal, Universitas Negeri Semarang. Agustus 2012.

Lubis, Putri. Hijraini. 2009. Analisis pengaruh pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatra Utara.
Mamudi. 2007. Manajemen kinerja sektor publik. Edisi Pertama. Penerbit YKPN. Yogyakarta
Mandell, Lee M. 1997. Performance Measurements and Management Tools in North Carolina Local Goverment. Public Administration Quarterly; spring 1997; Vol. 21: 96.

Mankiw, N. Gregory.2006. Principles of Economics. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Edisi IV. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Perwitasari, Citra. 2010. The Influence of Financial Performance to the Level of Accountability Disclosure of Indonesia’s Local Government. Tesis. Universitas Sevbelas Maret Surakarta.

Patrick, P. A. 2007. The Determinant of Organizational Inovativeness: The Adoption of GASB 34 in Pennsylvania Local Government. Unpublished Ph.D Dissertation. Pennsylvania: The Pennsylvania State University.
Rafika. Essy. 2009. Pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja SKPD pada pemerintahan Kota Binjai. Skripsi. Akuntansi. Universitas Sumatra Utara
Sudarmadji, Ardi Murdoko and Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan terhadap Luas Voluntary Disclosur Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding Psychology, Economy, Art, Architect and Civil. Gunadarma University.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta

Suhardjanto, D, Rusmin, Mandasari, Putriesti and Brown, Alistair. 2010. Mandatory Disclosure Compliance and Local Government Charactheristics: Evidence from Indonesian Municipalities. Public Policy January 2010

Sumarjo, Hendro. 2010. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi fiskal dan keuangan daerah dalam otonomi. Cetakan pertama. Ghalia Indonesia, Jakarta
Weill, Laurent. 2003. Leverage and Corporate Performance: A Frontier Efficiency Analysis on European
Countries. Working Paper. Working Paper Series. SSRN May



Lampiran

Nama
Judul Riset
Tahun
                   Indikator                  
Anzar



Bisma & Susanto






Elfianti
Gregorius
Haukilo
Pahlawi.
Samrin.
Widada
Agustina.
Ariana.
Savitri
Kalalo,dkk.
Santosa,dkk.
Suaib
Tambuyun,dkk.
Zaenuddin.

2008



2010






2010
2011
2011
2011
2011
2012
2013
2013
2013
2014
2014
2014
2014
2014

Rasio upaya fislak, rasio kemampuan pembiayaan, rasio desentralisasi fiskal, rasio efisiensi pengeluaran.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas, Rasio Efisiensi, Indeks Kemampuan Keuangan (IKK).